Salah satu keuntungan terbesar dari obat cetak 3D adalah dapat mengatasi masalah ukuran dosis. Misalnya, ada banyak obat yang tidak tersedia dalam berbagai ukuran. Misalnya, pasien muda mungkin hanya memerlukan dosis obat 5 mg, tetapi pil yang dibutuhkan hanya diproduksi dalam dosis dua kali lipat oleh perusahaan farmasi. Dengan cetak 3D, obat tidak hanya dapat dicetak dan dikirim berdasarkan ukuran dosis yang dibutuhkan, tetapi juga disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang spesifik dan berpotensi berubah.
Manfaat penting lainnya adalah bahwa pencetakan 3D juga menawarkan fleksibilitas dalam hal format pengobatan. Bagi pasien yang kesulitan menelan kapsul atau pil, mereka memiliki pilihan untuk mengaksesnya dalam bentuk cair. Sebagai alternatif, pengendapan uap memungkinkan terciptanya obat dalam bentuk film yang larut dalam mulut. Selain itu, teknik ini juga dapat mengakhiri tugas menelan beberapa pil sekaligus. Berkat pendekatan “polipil”, beberapa obat dapat digabungkan menjadi satu kemasan.
Terkait anak-anak, psikologi dalam mengonsumsi obat merupakan tugas berat lainnya. Dengan pencetakan 3D, obat-obatan dapat diproduksi dalam bentuk yang menarik bagi anak-anak, seperti bintang atau hewan. Selain itu, rasa pahit juga dapat diatasi dengan menyesuaikan unsur-unsur kimia agar terasa seperti cokelat atau buah pilihan mereka. Sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal Molecular Pharmaceutics menjelaskan teknik yang melibatkan “mikroekstrusi untuk pemrosesan campuran bubuk” guna membuat ibuprofen (obat bebas yang mudah diakses untuk mengobati nyeri, demam, dan penyakit radang) dalam bentuk kunyah yang tersedia dalam rasa jeruk dan stroberi.